Pemulung Jakarta Tak Antusias Dengar Janji-janji Risma

Sedikitnya tiga pemulung di DKI tak antusias dengan janji rusunawa. Mereka lebih butuh modal usaha atau biaya sewa rumah.

Sukino terdampar di Jakarta dua tahun lalu. Menjadi pemulung adalah satu-satunya pilihan. Dia mengembara ke ibu kota tanpa ijazah. Sukino lebih memilih bersahabat dengan barang bekas dan sampah.

CNNIndonesia.com menemui Sukino tengah berteduh di trotoar depan toko perangkat elektronik di Pasar Minggu, Jakarta Selatan akhir pekan lalu. Gerobak tua merah di parkir tak jauh dari tempatnya istirahat.

"Ini mulung karena enggak bisa cari pekerjaan lain. Karena istilahnya enggak punya ijazah, dulunya enggak sekolah," ujar Sukino.

Rute Sukino saban hari keliling dari Graha Simatupang hingga Pejaten. Gerobaknya pagi itu setengah penuh. Berisi kardus, bekas botol minum, plastik, dan beberapa sisa bongkaran alat elektronik.

Sukino tak punya rumah atau kontrakan. Dirinya dan keluarga tinggal di lapak yang disediakan bos pengepul hasil ia memulung. Saat di kampung, sang istri sempat berdagang. Lantaran sakit jantung dan tak ada yang mengurus, ia memboyong keluarganya ke Jakarta.

"Sampai sekarang masih belum sembuh. uang dari kampung habis, anak putus sekolah," ujar Sukino.


Tak Acuh Janji Risma

Sukino sedikit mendengar tentang Mensos Risma yang baru dilantik Jokowi. Sukino juga dengar janji-janji Risma ke para gelandangan, mulai dari beasiswa, pekerjaan, hingga hunian sementara.

Ia menyambut baik, meski tampak tak antusias.

"Saya itu denger-denger berita angin gitu," ujarnya.

Sukiman menganggap perbincangan tentang janji Risma sebagai sesuatu yang menarik. Seperti tak terlalu berharap.

Di tempat lain, seorang pengamen di DKI Jakarta lainnya, Muhammad Naseh mengaku perlu waktu untuk berpikir menuruti apa yang dijanjikan Risma.

"Ya lihat bagaimana nanti, lihat-lihat dulu. Biasa hidup bebas begini" ujarnya di pertigaan depan TK As Sakinah.

"(Mensos) cari aja yang bener-bener butuh tuh. Bener-bener sengsara. Tapi orang-orang begitu jadi males ngapa-ngapain. (yang ada) jadi mengharap pemberian orang aja," tambahnya.

Ahmad, sapaan akrabnya, menyampaikan agar yang tinggal di panti rehab atau Rusunawa nanti adalah orang-orang lanjut usia. Bukan mereka yang ke Jakarta menjadi pemulung dan punya rumah di daerah asalnya.

"Lebih baik orang-orang yang bener-bener ini aja, yang tua-tua, yang aki-aki, nenek-nenek," kata dia.

Sebelum menjadi pengamen, Ahmad juga pernah memulung. Mencari barang-barang rongsokan di tempat sampah. Pekerjaan itu dirasa tak cocok dengannya, ia gatal-gatal lalu memutuskan berhenti menjadi pemulung.

Ia tak punya rumah, tidur di mana saja. Di halte, pelataran family mart atau di pos polisi. Ia sempat menyebut kata pulang, dan pulang yang dimaksud adalah kembali ke pos untuk mengistirahatkan tubuhnya.

"Kalau dibantu pemerintah nanti saya enggak bebas. Saya kan biasa di jalan gitu," ujar dia.


Lebih butuh modal sewa rumah

Sarnan, pemulung lainnya di ibu kota mengaku tak tahu program Risma. Sarnan yang telah berprofesi sebagai pemulung sejak 2008 itu betah dengan apa yang tengah ia jalani sekarang.

Menurutnya, yang dibutuhkan para pemulung adalah makan dan biaya sewa tempat tinggal. Sarnan sendiri ingin berhenti memulung karena faktor usia. Jika masih mempunyai uang lebih, ia tabung untuk membuka usaha lain semisal dagang.

"Kalau diberi pekerjaan saya mau. Apalagi biaya sewa kontrakan," ujar dia.

Rute Sarnan memulung dimulai dari Pasar Minggu Baru, Kalibata, Pasar Minggu Lama hingga Pejaten. Tak kenal lelah, ia kerap bekerja sepanjang siang dan malam. Berangkat sekitar jam 6 kalau jam 3 kantong sudah penuh, ia pulang. Mulai lagi jam 6 petang sampai jam 10 atau 12 malam.

"Saya jalani kehidupan ini, meski dalam hati ingin pensiun," ujar dia.

0 Response to "Pemulung Jakarta Tak Antusias Dengar Janji-janji Risma"

Post a Comment

Flag Counter